Skip to main content

Posts

Mari Ramaikan Dinding Selfie dan Biarkan Toilet yang Tak Lagi Suci

Kalau Anda berkunjung ke UIN Jakarta, bersiap-siaplah mendapatkan ajakan untuk berfoto di dinding  selfie  yang disediakan pihak kampus. Loh, kok bisa? Jangan salah, kegembiraan warga kampus akhir-akhir ini meningkat sekian persen gara-gara salah satu sudut dinding kampus disulap menjadi tempat foto yang tidak kalah menarik. Berfoto di dinding ini ibarat sebuah gerakan revolusioner baru yang menghendaki warga kampus atas hak berekspresi. Siapapun bebas berfoto dengan gaya apapun tanpa ada regulasi yang mengatur. Untuk urusan berfoto di dinding ini, rektor, presiden bahkan agama sekalipun tidak bisa mengintervensinya. Berfoto itu memang bikin ketagihan, orang lain yang melihatnya pasti penasaran. Itulah ideologi narsisme yang selama ini mereka banggakan. Kedahsyatan berfoto di dinding ini jauh melebihi konsep kapitalisme, sosialisme, nasionalisme, apalagi komunisme. Luar biasa kan? Modal untuk narsis di dinding ini sangat murah, Anda tak perlu dandan berjam-ja
Recent posts

Sebuah Pengandaian

Dik, seandainya kopi ini dapat berbicara, aku tahu apa yang akan ia bicarakan. Seandainya hitamnya kopi sebuah simbol, aku tahu pesan apa yang ingin disampaikan. Seandainya gelas ini sebuah warisan, aku tahu isi wasiatnya. Seandainya rasa ini sebuah impian, aku tahu dengan cara apa mewujudkannya. Dik, ini hanya sebuah andaian. Kalau memang sungguhan, tak perlu berandai-andai. Karena aku hanya butuh pendamping saat kopi ini tersaji.

Masuk Neraka Lebih Menakutkan daripada Kebangkitan Komunisme

Saya bingung tujuh keliling saat media ramai-ramai memberitakan soal kebangkitan komunisme. Apa sebenarnya yang membuat kesatuan seragam loreng dan ormas-oramas penggeruduk itu hilir mudik mengampanyekan bahaya komunisme. Begitu menakutkankah lambang palu arit di benak mereka? Apakah tidak ada ketakutan lain selain palu arit, misalnya takut masuk neraka? atau setidaknya mereka takut naiknya harga sembako yang jelas-jelas berdampak pada masyarakat? Belum lama ada berita yang bikin mengocok perut. Seorang pedagang kaos di Blok-M, Jakarta, diciduk polisi lantaran kedapatan menjual kaos band thrash metal, Kreator, karena ada gambar palu arit di kaos itu. Ia dicurigai hendak membangkitkan gerakan PKI di Indonesia. Awal tahun ini di Magelang juga ada pemberitaan hamper serupa, hanya gara-gara angka 43 yang menjadi logo HUT PDI Perjuangan yang menyerupai palu arit dipersoalkan. Dewan Pimpinan Cabang (DPC) PDI Perjuangan Kota Magelang terpaksa minta maaf karena karena banyaknya

Benarkah Madrid akan Menelan Pil Pahit?

Kalau untuk urusan ramal meramal sebuah pertandingan sepak bola, saya punya track record yang tidak buruk-buruk amat. Sejak awal tahun ini, hampir 80 persen ramalan saya terbukti ampuh. Anda bisa bayangkan jika sebelum taruhan, mengajak saya untuk ngopi sambil ramal-ramal pertandingan. Pertanyaan selanjutnya, kenapa ada 20 persen ramalan yang gagal? Karena saya dipaksa meramal dalam kondisi tidur dan tidak dalam kondisi bahagia. Ngomong-ngomong soal ramal-meramal, kali ini saya ingin meramal nasib klub besar Liga Spanyol (Barcelona, Real Madrid dan Atletico Madrid). Memilih Liga Spanyol bukan berarti saya tidak bisa meramal liga-liga lain, tapi fakta yang terjadi pada musim ini hanya Liga Spanyol yang layak untuk diramal. Jangankan saya, Anda yang bukan peramal saja bisa tahu siapa yang bakal juara di Liga Inggris, Liga Italia dan Liga Jerman pada musim ini. Berbeda dengan Liga Spanyol pada musim ini. Meski pilihannya merucut ke tiga klub papan atas, predikat juara masih belum

Surat Terbuka untuk Penulis dan Pembaca Mahasiswa Bicara

Kemarin, 4 Maret 2016, kami seluruh awak Mahasiswa Bicara merayakan sebuah perayaan kecil-kecilan. Disebut perayaan kecil-kecilan karena hanya bisa menyajikan kopi, rokok dan sedikit camilan. Kami merayakan usia Mahasiswa Bicara yang baru menginjak delapan bulan. Usia yang masih segar. Sebagaimana niat awal kami, MahasiswaBicara.com hadir sebagai tempat yang didedikasikan sepenuhnya untuk anda para penulis, komunitas, dan tentu saja bagi para pembaca. Niat tulus Ibil Ar Rambany, Erika Hidayanti dan Kemal Fuadi adalah modal yang paling berharga bagi perkembangan media ini. Tidak perlu memakai teori Plato tentang idea-idea dalam meyakinkan ketiga rekan saya untuk terlibat di Mahasiswa Bicara. Cukup dengan kepedulian dan kegelisahan bersama akan hadirnya ruang bagi para mahasiswa untuk menuangkan ide sudah menjadi tawaran yang patut. Sebut saja Ibil yang saya dapuk sebagai pemimpin redaksi adalah lelaki pekerja keras. Pria kelahiran Rembang, Jawa Tengah ini harus membagi waktu a

Pram dalam Balutan Rindu

Saya mengenal Pram belum lama, kira-kira 4 tahun yang lalu. Itu pun pertemuannya bukan bertatap muka. Saya mengenal Pram lewat Tetralogi Buru. Kemudian perkenalan saya makin jauh hingga bertemulah dengan Bukan Pasar Malam, Gadis Pantai, Arok Dedes dan beberapa karya lainnya. Sungguh saya sangat beruntung bisa kenal Pram lewat bukunya. Boleh dibilang saya adalah bagian terkecil dari banyaknya penggemar karya-karya Pram. Kalau dianalogikan air, saya hanyalah setetes air dari luasnya lautan. Ada yang lebih besar dan lebih paham dari saya ketika berbicara tentang Pram, tentang aktivitas Pram maupun tentang karya-karyanya. Bagi saya Pram adalah sosok yang luar biasa, manusia yang punya nafas panjang untuk urusan menulis. Tidak terbayang bagaimana dia begitu jeli merangkai setiap kata untuk kemudian menjadikannya sebuah karya yang fenomenal. Karya yang sangat jujur dan sangan membumi. Di luar itu semua, saya melihat Pram sebagai manusia biasa, hanya saja dia mampu melahirkan karya

Kereta dan Kenangan Bersama Rena

Tiap kali naik kereta aku teringat sama sosok Rena. Aku masih ingat betapa bahagianya Rena saat pertama kalinya menginjakkan kaki di sebuah kereta. Tak ada dialog dan Aku hanya memandang wajahnya yang begitu merona. Wajah yang sampai detik ini masih tersimpan di kepala.  -------------- Sebuah dialog terjadi antara Aku dan Rena di sebuah pesan singkat. Dari membahas hal-hal yang biasa sampai merujuk pada pengakuan yang mengejutkan. Rena kala itu mengaku selama hidupnya belum pernah naik kerata. Sebuah pengakuan jujur dari seorang wanita yang lahir dan besar di dekat ibukota. Sontak, Aku pun membalasnya dengan emot tertawa. “Hahah.. Oke, akhir pekan kita naik kereta,” balasku.   Tibalah di akhir pekan. Sebelum ke stasiun, Aku meminta Rena untuk ke kosanku terlebih dahulu di Ciputat. Tujuannya supaya kami bisa berangkat bersama ke stasiun. Stasiun yang kami pilih adalah stasiun Pondok Ranji. Stasiun yang tentu saja paling dekat dari tempat tinggal kami. Aku di Ciputat dan